menu

Minggu, 10 Maret 2013

Semburan Lumpur Panas Lapindo, Bencana Alam, Ataukah Pelanggaran Etika Profesi Engineer?

         Terhitung enam tahun lebih peristiwa Semburan Lumpur lapindo terjadi. Namun permasalahannya belum terselesaikan hingga saat ini. Masih ada korban Lapindo yang belum mendapatkan kembali haknya. Siapakah yang seharusnya membayar semua ganti rugi peristiwa ini? Awalnya peristiwa ini dianggap bencana alam, karena semburan terjadi selang dua hari setelah peristiwa gempa di Jogja. Sehingga pemerintah perlu ikut andil dalam membayar ganti rugi peristiwa ini. Kita tahu bahwa dana yang digunakan pemeritah untuk mengganti rugi itu adalah dana dari APBN, dimana dana tersebut didapat dari pajak masyarakat dan lainnya. Pada intinya masyarakatlah yang membayar ganti rugi tersebut. Semburan Lumpur Lapindo tidak hanya merampas harta benda masyarakat setempat, juga merugikan seluruh masyarakat di Indonesia. Padahal analisis peristiwa tersebut tidak sepenuhnya dinyatakan sebagai bencana alam akibat pengaruh gempa Jogja. Karena setelah dilakukan beberapa kajian analisis oleh para ahli, ditemukan faktor kesalahan eksplorasi didalamnya.

Jumat, 08 Maret 2013


Duduk di depan sekre MG seolah duduk di bangku SMA. Aku rindu posisi duduk seperti ini. Dengan meja yang berantakan. Dua botol air mineral setengah penuh terpajang, lebih tepatnya berdiri kokoh sekitar 20 cm dari tangan yang sedang kugerakkan ini. Ada dodol garut di dekatnya. Entah siapa yang menaruhnya disitu. Buku warna biru yang bertuliskan “Bazaar Art Jakarta” juga tergeletak tak bernyawa di samping kiri bukuku. Ditambah gulungan kertas di atas buku biru itu, yang semakin membuat meja berantakan. Satu lagi. Posisi CPU yag menyerong membentuk sudut 45 derajat dari posisi horisontal terhadapku. Dan pada salah satu sisi yang menghadapku tertempel kertas HVS bertuliskan:
“Bro!! Aku butuh tulisanmu.
Aku ingin kau menulis dengan mesinku.
Aku rindu tulisanmu Bro!!”
(KomputerMG)