menu

Minggu, 10 Maret 2013

Semburan Lumpur Panas Lapindo, Bencana Alam, Ataukah Pelanggaran Etika Profesi Engineer?

         Terhitung enam tahun lebih peristiwa Semburan Lumpur lapindo terjadi. Namun permasalahannya belum terselesaikan hingga saat ini. Masih ada korban Lapindo yang belum mendapatkan kembali haknya. Siapakah yang seharusnya membayar semua ganti rugi peristiwa ini? Awalnya peristiwa ini dianggap bencana alam, karena semburan terjadi selang dua hari setelah peristiwa gempa di Jogja. Sehingga pemerintah perlu ikut andil dalam membayar ganti rugi peristiwa ini. Kita tahu bahwa dana yang digunakan pemeritah untuk mengganti rugi itu adalah dana dari APBN, dimana dana tersebut didapat dari pajak masyarakat dan lainnya. Pada intinya masyarakatlah yang membayar ganti rugi tersebut. Semburan Lumpur Lapindo tidak hanya merampas harta benda masyarakat setempat, juga merugikan seluruh masyarakat di Indonesia. Padahal analisis peristiwa tersebut tidak sepenuhnya dinyatakan sebagai bencana alam akibat pengaruh gempa Jogja. Karena setelah dilakukan beberapa kajian analisis oleh para ahli, ditemukan faktor kesalahan eksplorasi didalamnya.

Dugaan tersebut semakin diperkuat oleh penjelasan seorang mekanik Kontraktor Pemboran yang menceritakan kronologi pemboran hingga menghasilkan semburan lumpur panas tersebut. Syahdun, seorang mekanik PT. Tiga Musim Jaya Mas selaku kontraktor pemboran ditunjuk Lapindo untuk menjelaskan kepada media (Kompas, 8/6/2006). Syahdun juga telah diperiksa penyidik Polda Jawa Timur dalam kasus semburan lumpur Lapindo. Syahdun menjelaskan:
-         pada mulanya formasi sumur pemboran pecah.
-         Ketika bor akan diangkat untuk mengganti rangkaian, tiba-tiba bor macet, gas tidak bisa keluar melalui saluran fire pit dalam rangkaian pipa bor dan menekan ke samping.
-         Gas mencari celah dan keluar ke permukaan melalui rawa. Lumpur panas keluar dari kedalaman 9.000 feet atau 2.743 meter dari perut bumi, juga keluar dari enam titik lainnya.
Semua analisis juga mengarah pada faktor internal dari perusahaan tersebut, yaitu kesalahan eksplorasi dalam proses pemboran. Lalu, apakah ini berhubungan dengan etika profesi dalam rekayasa proyek yang dikerjakan seorang engineer? Jawabannya tentu saja ‘Ya’. Terjadi pelanggaran etika profesi keteknikan, yang pada akhirnya merugikan banyak pihak, terutama publik. Itulah mengapa etika profesi sangat diperlukan dalam bidang keteknikan, yaitu untuk memberikan pedoman bagi engineer dalam menjalankan praktek profesinya agar tidak merugikan masyarakat dan lingkungannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar